Friday, June 1, 2012

HIT N RUN

Oleh : NUPI-NUPI


Teman-teman yang berbisnis online, pernah membaca/mendengar istilah hit and run? Apa itu hit and run? Di kamus, hit = memukul, run = lari. Jadi, memukul dan lari? Hehehehehe. Saya sudah googling untuk mencari makna istilah tersebut dari sudut pandang bisnis. Tapi belum ketemu. Adanya hanya penjelasan dari beberapa blog, hit and run diartikan sebagai perilaku pelanggan, yang melakukan pemesanan barang/order/booked/deal, tapi kemudian tidak transfer (selamanya) tanpa ada penjelasan.







Saya sering membaca keluhan teman-teman penjual, terutama crafter, yang sudah menyelesaikan barang pesanan, tapi pelanggan tidak kunjung transfer dan hilang tanpa jejak. Saya sendiri (tentu) sering mengalami. Calon pelanggan begitu bersemangat inbox/sms tanya-tanya, lalu memberikan daftar orderan dan ‘mendesak’ untuk segera di total jumlah belanjanya, dan janji mau transfer. Tapi…mana? Sampai hari ini beliau tidak memberi kabar. Bahkan pembatalan sekalipun tidak ada. Hal seperti ini sangat tidak menyenangkan, tapi juga sangat biasa di dalam bisnis online. Saking biasanya, saya hanya memandang dengan perasaan datar data orderan pelanggan yang “melakukan” hit and run. Mungkin secara materi saya tidak rugi, tapi saya kehilangan waktu yang tidak bisa kembali. Sebagai ibu rumah tangga, saya melayani pelanggan ‘sambil’ melakukan pekerjaan lain. Kadang sambil mengepel, menyetrika, memasak, packing paket, belanja, di jalanan…atau sedang ‘boci’ karena pusing (kecapek’an) --- mana bisa kembali tidur kalau pelanggan sms “tolong segera di total ya mba..mau saya transfer”. Itu saya. Bagi crafter yang barang dagangannya handmade, made by order…pasti pengorbanan yang dilakukan lebih banyak lagi. Memang, itu konsekuensi kami sebagai penjual online. Tapi juga bukan hak kami (penjual) jika harus mengalami hal tersebut kan?! Karena kalau bisa malah kami hindari.



Saya memahami beberapa alasan, kenapa pelanggan melakukan hit and run :



Sudah menjadi hobi atau kesenangan. Seneng aja milih-milih dan order, lalu ditinggal. Rasanya puas.
Berubah pikiran. Entah karena plin-plan, terburu nafsu sehingga tidak berpikir matang dulu sebelum order, atau tiba-tiba ‘tidak pengen’ lagi.
Ada hal mendesak lain (bersifat tak terduga) yang harus diprioritaskan.
Pelanggan ragu/khawatir barang tidak dikirim (belum percaya OS tersebut)
......

Sebenarnya untuk setiap alasan tersebut kita bisa memakluminya, karena itu memang logis dan benar (kecuali poin 1). Tapi, akan menjadi tidak benar jika dilanjutkan dengan melakukan 'hit and run"



Kenapa hit and run itu bukan perbuatan mulia? (mulia?? --- hhahaha, bingung memilih kata. Karena secara resmi tidak bisa dikatakan salah, sebab memang belum terjadi kerugian secara nyata dari pihak penjual). Hit and run adalah masalah etika. Jelas-jelas kita tidak pernah merayu atau memaksanya order. Dia sendiri yang memilih-milih, dia sendiri yang order, dia sendiri yang janji transfer….lalu kenapa tidak dilakukan? Pelaku sesungguhnya sedang menunjukkan kualitas moralnya, bahwa dia orang yang kurang bertanggungjawab. Bisa dibayangkan…dia sedang menulisi dahinya dengan spidol hitam “aku bukan orang yang bertanggungjawab, please..jangan mempercayaiku apapun yang terjadi”….hahahahahaha… Tidak sadar kan bahwa “anda” sedang melakukan itu ^^v



Ketika kita berhadapan dengan pelanggan yang tidak beretika, kita tidak bisa memberinya ‘hukuman’ badan atau sanksi materi. Kita hanya bisa memberikan sanksi moral.



Lalu, adakah cara mengenali pelanggan yang ‘hobi’ atau berpotensi melakukan hit and run? Pengalaman saya masih sedikit, jadi belum bisa mendeteksi dan mengenali secara akurat. Saya hanya mengandalkan feeling dan pola-pola tertentu.



Calon pelanggan yang masih anak-anak/bocah (minimal SMP), biasanya tidak serius order. Saya yakin dia sangat ingin membeli, tapi tidak mampu…karena terbentur masalah uang saku (belum bisa menghasilkan uang sendiri, minta ortu juga belum tentu di beri)



Pelanggan order dengan jumlah yang ‘aneh’. Membeli lusinan jelas lebih murah, tapi dia order jepit otomatis 10 pc, magnet kulkas 8 pc… Pokoknya serba nanggung… Kalau yang seperti ini, feeling saya hampir selalu tepat.



Ongkos kirim lebih mahal dari jumlah belanja. Biasanya juga ‘bablas’



Membeli dengan jumlah sangat sedikit, sehingga jumlahnya lebih sedikit meskipun ongkos kirimnya murah (terlihat kalau iseng/basa-basi)



Itulah tanda-tanda awal ‘potensi’ hit and run yang selama ini saya amati. Tapi pola-pola tersebut tidak mutlak. Kadang ada pelanggan yang cara order dan daftar orderannya ‘normal’ melakukan hit and run. Atau pelanggan yang menepati janji (transfer) meskipun ongkos kirim jauh lebih besar dari nominal belanjanya. Jadi saya tetap mengandalkan feeling. Dan itu susah untuk dijelaskan… ^^v



Pelanggan berpotensi hit and run memang agak susah dideteksi, tapi kita bisa meminimalisasi kasus hit and run di OS kita. Caranya :



Membuat aturan yang jelas, lugas (tidak bermakna ganda), dan tegas. Sounding secara kontinyu kepada pelanggan tentang aturan-aturan tersebut. Misal : saya secara rutin mengumumkan di status mengenai cara order, sistem pembayaran, pengiriman paket, dan konsekuensi jika melakukan hit and run.
Tidak cukup membuatnya, kita juga harus menegakkan aturan yang kita buat sendiri. Seperti prinsip hukum pacta sunt servanda, perjanjian adalah undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Maka wajib ditaati, meskipun yang membuat salah satu pihak (penjual). Jika pihak pembeli tidak setuju dengan aturan main di OS tersebut, relakan dia mencari OS lain. Dan asas hukum di Indonesia menyatakan, ketika norma hukum ditetapkan, pada saat itu setiap orang dianggap tahu peraturan/hukum tersebut. Maka, ini menjadi kekuatan “hukum” bagi pihak penjual untuk menegakkan aturan yang dibuatnya. Misal : saya menetapkan konsekuensi bagi pelanggan yang melakukan hit and run dengan mem-blacklist-nya. Jika ada pelanggan yang protes karena saya masukkan daftar blacklist, dengan dalih tidak tahu aturan tersebut/tidak diperingatkan/tidak di tagih..…tentu saya kembalikan ke prinsip “setiap pelanggan, saya anggap tahu peraturan yang saya buat”, karena sudah sangat jelas dan secara rutin saya sounding. Lagipula, toleransi waktu yang saya berikan cukup panjang. Dua minggu tidak ada kabar (pending/cancel), otomatis masuk blacklist. Dalam kondisi normal, dua minggu waktu yang terlalu panjang bagi pelanggan yang serius order/beritikad baik (Tidak termasuk yang sejak awal sudah memberi informasi bahwa transfernya (misal) dua minggu lagi, atau bulan depan nunggu gajian. Itu berarti sudah memberikan keterangan, bukan tanpa kabar sama sekali. Saya tidak akan bisa tahu apalagi paham tentang sikon pelanggan kalau tidak ada informasi kan?!)
Menetapkan ‘sanksi’ bagi pelaku hit and run. Peraturan tanpa sanksi bagi pelanggar, ibarat macan ompong. Sanksinya apa saja? Ini tergantung OS masing-masing. Kalau saya, jika pelanggan melakukan hit and run, otomatis masuk daftar blacklist. Sanksinya : jika lain waktu order lagi, tidak akan saya respon. Dan jika Nupinupi mengadakan giveaway, dia tidak punya kesempatan untuk menang. Ikut boleh, tapi tidak bakal menang.
Rubah cara bersikap anda. Berdasarkan pengamatan saya, setiap crafter/pelaku bisnis online… biasanya punya karakteristik pelanggan yang serupa. Maksud saya begini, crafter A sangat sering menjadi korban hit and run atau ditipu pelanggan. Bisa dikatakan, banyak pelanggan crafter A yang berkarakter ‘iseng’, tidak serius order dan berniat buruk sejak awal. Tapi sebaliknya, crafter B sangat jarang menjadi korban hit and run atau penipuan. Pelanggan-pelanggannya malah sebagian besar loyal dan dapat dipercaya. Kenapa bisa seperti itu?Itu karena sikap dari masing-masing crafter tersebut. Crafter A terlihat tidak punya ketegasan, lembek, dan kepercayaan dirinya kurang. Itu bisa dilihat dari cara melayani pelanggan, aturan-aturan yang dibuatnya, cara menerapkan dan eksekusinya jika terjadi masalah. Maka, kecenderungan pelanggan-pelanggan yang menghampirinya juga seragam, yaitu orang-orang yang tahu, bahwa crafter tersebut mudah dipermainkan. Sebaliknya, crafter B adalah orang yang tegas (tapi bukan berarti judes/galak lho yaa… ^^) dan waspada. Maka, pelanggan-pelanggan ‘iseng’ juga tidak akan berani mendekat. Karena tahu konsekuensinya jika ‘berani macam-macam’, dan dia tahu persis, crafter B komitmen dengan aturan yang dibuatnya. Bisa dipahami?



Jadi, jika teman-teman merasa sering jadi korban hit and run atau penipuan oleh pelanggan, silakan koreksi diri terlebih dahulu. Pasti ada yang salah dengan sikap/cara berpikir anda selama ini (kurang waspada). Sehingga dianggap sebagai sasaran empuk pelanggan-pelanggan yang tidak punya etika :)



Secara pribadi, saya tidak masalah jika ada pelanggan yang menunda pembayaran atau membatalkan orderan. Karena barang-barang ‘dagangan’ saya bukan made by order, misal anda membatalkan pembelian, bisa dengan mudah saya jual kepada pelanggan lain. Tapi, tetap saja itu tidak beretika. Apalagi jika yang di order adalah barang-barang made by order, tentu ada perjuangan berat di balik proses pembuatannya. Pikirkanlah secara matang, apakah anda benar-benar akan berbelanja/membutuhkannya, atau hanya keinginan sesaat. Sehingga berakibat anda menyesal dan melakukan hit and run karena tidak mau repot/peduli dengan janji yang anda buat sendiri. Silakan bertanya-tanya mengenai barang-barang yang diminati. Tidak masalah bertanya tanpa membeli (asal bukan bertanya cara membuatnya yaa..). Tapi, kalau sudah sampai tahap order, berarti anda sudah membuat kesepakatan. Itu yang harus ditepati. Jika memang tidak berminat, sudah...tidak usah -basa-basi- mengatakan "oke sis, besok saya transfer ya..."



Intinya, mari kita saling menghargai, agar tidak ada pihak yang didzolimi :)





* thank's to good buyer Nupinupi :)